Salah satu akibat hukum dari putusnya perkawinan ialah pembagian harta gono gini. Hal pertama yang penting untuk diperhatikan ialah Perjanjian Perkawinan.

Adapun ketentuan Pasal 35 UU Perkawinan menentukan bahwa:

  • (1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
  • (2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan hal lain.
  • Harta Kekayaan dalam Perkawinan dibagi menjadi (Pasal 35 UU Perkawinan) : Harta Gono-gini (Harta bersama) :

  • Harta benda yang diperoleh bersama selama ikatan perkawinan.
  • Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri yang diperoleh sebelum perkawinan.
  • Harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan dalam perkawinan.
  • Ketentuan Pembagian Harta Gono-gini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam adalah dibagi ½ dari seluruh harta gono-gini antara suami dan istri.

    Pneuptial Agreement (Perjanjian Perkawinan) Dibuat secara tertulis pada waktu sebelum atau selama ikatan perkawinan yang disahkan oleh pegawai pecatat perkawinan atau notaris. (Pasal 29 UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015).

    Jika terdapat perjanjian kawin yang memisahkan harta perolehan antara suami dan istri selama perkawinan, maka tidak ada yang namanya harta gono-gini. Sebaliknya, Jika tidak ada perjanjian kawin, maka harta secara otomatis menjadi harta bersama dimana aturannya mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku.

    Ketentuan Pembagian Harta Gono-gini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam adalah dibagi ½ dari seluruh harta gono-gini antara suami dan istri.